Rabu, 07 November 2012

Belajar Dari Marsinah, Sengkon dan Karta serta Wartawan Udin Bernas.


NEGARA HUKUM YANG ANEH

Negara Indonesia ini adalah Negara Hukum dimana setiap masyarakat Indonesia mandapat perlindungan hukum baik masyarakat tingkat atas maupun tingkat bawah sekalipun. Sebagaimana dalam Penjelasan UUD 1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3); “Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”.

Namun saat ini bahkan hari ini, hukum dinegara kita (Indonesia) ternyata hanya membela orang-orang yang punya kekuasaan tertinggi, memiliki uang yang banyak atau orang terkenal dan lain sebagainya, dan sering ketidak berpihakkan kepada orang miskin dan lemah. Cobalah kita tengok orang-orang yang kaya n terkenal, punya kedudukan yang tinggi dan punya uang yang banyak, Kalau dapat masalah meskipun kecil ANTRI yang di bela dan yang membelanya bukan Cuma 1 atau 2 orang, tetapi lebih bahkan bisa membentuk tim pembela.

Tetapi, si miskin dan si lemah yang terpuruk dari segi kehidupan, hak azasinya terinjak-injak, terseok-seok mencari keadilan bahkan sampai mengemis sekalipun, tidak ada satupun yang membela bahkan tidak tersentuh sama sekali.

Masihkah kita ingat dengan nasib yang menimpa Marsinah yang hampir 20 tahun bahkan tahun depan kasusnya akan di kadarluasakan ???..... Nasib yang menimpa Sengkon dan Karta yang dituduh mencuri dan merampok yang akhirnya mereka berdua dipenjara tahunya selama 10 tahun ternyata tidak bersalah dan menjadi korban salah tangkap ???..... dan juga Wartawan Udin Bernas yang sudah 16 tahun belum juga selesai dan 2 tahun lagi kasusnya juga akan di kadarluasakan???.....

Dimana mereka betul-betul terseok-seok bahkan sampai mengemis-ngemis hanya untuk mencari keadilan yang SAMPAI HARI INI urusannya masih belum selesai, ga jelas dan remeng-remeng (samar-samar), ini baru kasus yang diangkat ke permukaan. Entah berapa banyak marsinah-marsinah di negara ini???.... sengkon dan karta-sengkon dan karta di tahan air tercinta ini???.... dan udin-udin di negeri pertiwi ini???.....  

Apa yang menyebabkan kasus mereka terhenti sampai saat ini???...... Jawabannya sederhana. Yaitu, karena ga punya pulus (uang/duit). Kalau ada pulus urusan mulus tetapi kalau ga punya pulus urusan manfus, jangan sampai ada lagu baru “maju tak gentar membela yang bayar”. Biar bertentangan dengan hati nurani, biar bertentangan dengan opini publik, biar bertentangan dengan rasa keadilan siapa yang bayar mau benar atau salah Belain terus. Kalau kondisi hukum seperti ini terus jangan harap keadilan akan ditegakan, jangan harap keadilan akan membela kepada si miskin dan si lemah dan Mafioso keadilan akan tetap gentayangan.

Jangan heran kalau sekarang muncul “Street Justice” yang artinya Pengadilan Jalanan sebagai refleksi atas ketidak puasan rakyat kepada hukum di Indonesia selama ini bilamana yang kecil salah dan terlihat di kasat mata hukum cepat-cepat ditegakan tetapi yang besar salah, contoh: kasus koruptor, money laundering, penebangan hutan ramai-ramai, terorisme, dan lain-lain. Jawabannya: “Orang Diam Pura-pura Tidak Mengerti”. Akhirnya muncul luka terhadap rasa keadilan.

Kita kembali lagi ke masalah yang menimpa Marsinah, beliau adalah seorang buruh yang menjadi korban pembunuhan di masa orde baru yang sampai hari ini urusannya belum selesai. “Kalau Komnas HAM serius, pasti masih bisa dilanjutkan. Lagipula, kasus Marsinah ini kasus penting." Harry menambahkan rakyat juga bisa berpartisipasi mendesak pemerintah atau Komnas HAM untuk bergerak”.

“Kami merasa sangat kecewa ketika pemerintah saat ini menyebut bahwa kasus Marsinah bukanlah kasus pelanggaran HAM terberat di negeri ini,” kata Akbar. Setelah 14 tahun reformasi, tak terungkapnya kematian Marsinah menjadi pertanda gagalnya proses reformasi bidang hukum”. Bisa di lihat juga di webside tempo (http://www.tempo.co/read/news/2012/05/08/173402558/Kasus-Marsinah-Sulit-Diungkap-Lagi pada hari  Selasa, 08 Mei 2012 | 22:58 WIB).

Lalu masalah yang menimpa Sengkon dan Karta, beliau berdua adalah petani berasal dari Bojongsari, Bekasi, Jawa Barat. Mereka menerima vonis pengadilan negeri Bekasi dengan hukuman 12 tahun (Sengkon) dan 7 tahun (Karta) atas dakwaan pembunuhan dan perampokan. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Putusan itu berkekuatan hukum tetap, sebab Sengkon dan Karta tidak kasasi. 

Sengkon dan Karta menjadi penghuni LP Cipinang dan dalam penjara itu mulai terkuak masalah sebenarnya. Seorang penghuni LP bernama Gunel mengaku sebagai pelaku perampokan dan pembunuhan yang dituduhkan kepada Sengkon dan Karta. Gunel diadili, terbukti dan ia dihukum sepuluh tahun penjara.
            
Sengkon ketika diwawancarai wartawan, mengatakan : bahwa dia hanya berdoa agar cepat mati, karena penyakit TBC terus merongrongnya dan tidak ada biaya untuk meneruskan hidup. Sudah habis terkuras menghadapi kasusnya yang panjang.

Keluarga Karta dengan seorang isteri dan 12 orang anak kocar kacir. Semua sawah dan tanah mereka sudah dijual habis untuk biaya hidup dan membiayai perkara. Lebih tragis lagi, Karta mengalami musibah tewas tertabrak truck tidak lama setelah dibebaskan dari penjara. Bisa dilihat (http://umum.kompasiana.com/2009/09/29/legenda-sengkon-karta/ Pada tanggal 29 September 2009 | 19:23).
            
Dan Satu lagi, Udin Bernas seorang wartawan bernas yang nama aslinya adalah Fuad Muhammad Syafruddin yang sudah 16 tahun kasusnya masih belum tuntas bahakan akan di kadarluasakan 2 tahun dari sekarang. Bertepatan dengan peringatan Hari Kebebasan Pers Internasional 3 Mei 2012, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia beserta kawan-kawan perwakilan beberapa media cetak dan elektronik, mengadakan ziarah ke makam Udin yang berada di Dusun Gedongan Trirenggo Bantul.
                
Eko juga kembali mengingatkan, bahwa sudah 16 tahun semenjak terbunuhnya Udin pada 16 Agustus 1996. ini menunjukkan bahwa tidak ada niat baik dari pihak berwajib, dalam hal ini Polda DIY untuk mengusut kasus ini secara tuntas.
            
Sementara itu, Heru Prasetyo selaku rekan Udin semasa bekerja di Harian Bernas, mengaku, sebelum almarhum terbunuh, memang sempat curhat kepadanya tentang pemanggilan dirinya oleh Dandim Bantul kala itu, namun tidak bercerita substansi pemanggilan itu.

Udin dikenalnya sebagai jurnalis yang kritis, terutama pada kebijakan pemerintah setempat. Heru juga menyatakan mendesak pihak berwenang untuk segera mengusut tuntas kasus ini. Ia bersama rekan-rekan lain telah mengupayakan melalui Komnas HAM. Bisa dilihat di  (http://www.tribunnews.com/2012/05/04/sudah-16-tahun-pembunuh-wartawan-udin-belum-terungkap pada hari Jumat, 4 Mei 2012 03:10 WIB).

RENUNGAN

Dari kasus yang menimpa saudara tercinta kita Marsinah, Sengkon dan Karta serta Udin Bernas merupakan sebuah BUKTI NYATA bahwa hukum hari ini sudah tidak lagi berpihak kepada si miskin dan si lemah yang hak azasinya di injak-injak, yang terseok-seok, ngemis-ngemis bahkan sampai menangis darah sekalipun hanya untuk mencari sebuah keadilan yang sampai hari ini belum juga tuntas dan ini baru empat orang saja yang diangkat ke permukaan, entah berapa banyak orang-orang yang nasibnya serupa seperti mereka.

Akankah kasus yang sama akan terulang kembali dikarenakan aparat penegak hukum sudah tidak peduli kepada yang miskin dan lemah dan hanya peduli kepada orang-orang yang memiliki kedudukan yang tinggi, orang terkenal dan banyak uang???........

Kasus yang menimpa saudara kita seperti Marsinah, Sengkon dan Karta, serta Udin Bernas mudah-mudahan bisa membuka mata hati kita tentunya sebagai para penegak hukum untuk terus menyampaikan suara kebenaran dan keadilan tentunya membela orang kecil, miskin, dan lemah di negeri pertiwi ini meski taruhannya adalah nyawa sekalipun, minimal kita lakukan dari hal yang terkecil terlebih dahulu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar