NEGARA HUKUM YANG ANEH
Negara Indonesia ini adalah Negara
Hukum dimana setiap masyarakat Indonesia mandapat perlindungan hukum baik
masyarakat tingkat atas maupun tingkat bawah sekalipun. Sebagaimana dalam
Penjelasan UUD 1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3); “Indonesia
ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)”.
Namun saat ini bahkan hari ini, hukum
dinegara kita (Indonesia) ternyata hanya membela orang-orang yang punya
kekuasaan tertinggi, memiliki uang yang banyak atau orang terkenal dan lain
sebagainya, dan sering ketidak berpihakkan kepada orang miskin dan lemah. Cobalah
kita tengok orang-orang yang kaya n terkenal, punya kedudukan yang tinggi dan
punya uang yang banyak, Kalau dapat masalah meskipun kecil ANTRI yang di bela dan yang
membelanya bukan Cuma 1 atau 2 orang, tetapi lebih bahkan bisa membentuk tim
pembela.
Tetapi, si miskin dan si lemah yang terpuruk
dari segi kehidupan, hak azasinya terinjak-injak, terseok-seok mencari keadilan
bahkan sampai mengemis sekalipun, tidak ada satupun yang membela bahkan tidak
tersentuh sama sekali.
Masihkah kita ingat dengan nasib yang
menimpa Marsinah yang hampir
20 tahun bahkan tahun depan kasusnya akan di kadarluasakan ???..... Nasib yang
menimpa Sengkon dan Karta yang dituduh mencuri dan
merampok yang akhirnya mereka berdua dipenjara tahunya selama 10 tahun ternyata
tidak bersalah dan menjadi korban salah tangkap ???..... dan juga Wartawan Udin Bernas yang sudah 16 tahun
belum juga selesai dan 2 tahun lagi kasusnya juga akan di kadarluasakan???.....
Dimana mereka betul-betul
terseok-seok bahkan sampai mengemis-ngemis hanya untuk mencari keadilan yang SAMPAI HARI INI urusannya masih belum selesai, ga jelas dan
remeng-remeng (samar-samar), ini baru kasus yang diangkat ke permukaan. Entah
berapa banyak marsinah-marsinah di negara ini???.... sengkon dan karta-sengkon
dan karta di tahan air tercinta ini???.... dan udin-udin di negeri pertiwi
ini???.....
Apa yang menyebabkan kasus mereka
terhenti sampai saat ini???...... Jawabannya sederhana. Yaitu, karena ga punya
pulus (uang/duit). Kalau ada pulus urusan mulus tetapi kalau ga punya pulus urusan
manfus, jangan sampai ada lagu baru “maju tak gentar membela yang bayar”.
Biar bertentangan dengan hati nurani, biar bertentangan dengan opini publik,
biar bertentangan dengan rasa keadilan siapa yang bayar mau benar atau salah Belain terus. Kalau
kondisi hukum seperti ini terus jangan harap keadilan akan ditegakan, jangan
harap keadilan akan membela kepada si miskin dan si lemah dan Mafioso keadilan
akan tetap gentayangan.
Jangan heran kalau sekarang muncul “Street
Justice” yang artinya Pengadilan Jalanan sebagai refleksi atas
ketidak puasan rakyat kepada hukum di Indonesia selama ini bilamana yang kecil
salah dan terlihat di kasat mata hukum cepat-cepat ditegakan tetapi yang besar
salah, contoh: kasus koruptor, money laundering, penebangan hutan ramai-ramai,
terorisme, dan lain-lain. Jawabannya: “Orang Diam Pura-pura Tidak Mengerti”. Akhirnya
muncul luka terhadap rasa keadilan.
Kita kembali lagi ke masalah yang
menimpa Marsinah, beliau adalah
seorang buruh yang menjadi korban pembunuhan di masa orde baru yang sampai hari
ini urusannya belum selesai. “Kalau Komnas HAM serius, pasti masih bisa
dilanjutkan. Lagipula, kasus Marsinah ini kasus penting." Harry
menambahkan rakyat juga bisa berpartisipasi mendesak pemerintah atau Komnas HAM
untuk bergerak”.
“Kami merasa sangat kecewa ketika
pemerintah saat ini menyebut bahwa kasus Marsinah bukanlah kasus pelanggaran
HAM terberat di negeri ini,” kata Akbar. Setelah 14 tahun reformasi, tak
terungkapnya kematian Marsinah menjadi pertanda gagalnya proses reformasi
bidang hukum”. Bisa di
lihat juga di webside tempo (http://www.tempo.co/read/news/2012/05/08/173402558/Kasus-Marsinah-Sulit-Diungkap-Lagi
pada hari Selasa,
08 Mei 2012 | 22:58 WIB).
Lalu masalah yang menimpa Sengkon dan Karta,
beliau berdua adalah petani berasal
dari Bojongsari, Bekasi, Jawa Barat. Mereka menerima vonis pengadilan negeri
Bekasi dengan hukuman 12 tahun (Sengkon) dan 7 tahun (Karta) atas dakwaan
pembunuhan dan perampokan. Putusan itu dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jawa
Barat. Putusan itu berkekuatan hukum tetap, sebab Sengkon dan Karta tidak kasasi.
Sengkon dan Karta menjadi penghuni LP
Cipinang dan dalam penjara itu mulai terkuak masalah sebenarnya. Seorang
penghuni LP bernama Gunel mengaku sebagai pelaku perampokan dan pembunuhan yang
dituduhkan kepada Sengkon dan Karta. Gunel diadili, terbukti dan ia dihukum
sepuluh tahun penjara.
Sengkon ketika diwawancarai
wartawan, mengatakan : bahwa dia hanya berdoa agar cepat mati, karena penyakit
TBC terus merongrongnya dan tidak ada biaya untuk meneruskan hidup. Sudah habis
terkuras menghadapi kasusnya yang panjang.
Keluarga Karta dengan seorang isteri
dan 12 orang anak kocar kacir. Semua sawah dan tanah mereka sudah dijual habis
untuk biaya hidup dan membiayai perkara. Lebih tragis lagi, Karta mengalami
musibah tewas tertabrak truck tidak lama setelah dibebaskan dari penjara. Bisa
dilihat (http://umum.kompasiana.com/2009/09/29/legenda-sengkon-karta/ Pada tanggal 29 September 2009 | 19:23).
Dan
Satu lagi, Udin Bernas seorang wartawan
bernas yang nama aslinya adalah Fuad
Muhammad Syafruddin yang sudah 16 tahun kasusnya masih belum tuntas bahakan
akan di kadarluasakan 2 tahun dari sekarang. Bertepatan dengan peringatan Hari Kebebasan Pers Internasional 3 Mei
2012, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia beserta kawan-kawan
perwakilan beberapa media cetak dan elektronik, mengadakan ziarah ke makam Udin
yang berada di Dusun Gedongan Trirenggo Bantul.
Eko juga kembali mengingatkan, bahwa sudah 16 tahun
semenjak terbunuhnya Udin pada 16 Agustus 1996. ini menunjukkan bahwa tidak ada
niat baik dari pihak berwajib, dalam hal ini Polda DIY untuk mengusut kasus ini
secara tuntas.
Sementara
itu, Heru Prasetyo selaku rekan Udin semasa bekerja di Harian Bernas, mengaku,
sebelum almarhum terbunuh, memang sempat curhat kepadanya tentang pemanggilan
dirinya oleh Dandim Bantul kala itu, namun tidak bercerita substansi
pemanggilan itu.
RENUNGAN
Dari kasus yang menimpa saudara
tercinta kita Marsinah, Sengkon dan Karta serta Udin Bernas
merupakan sebuah BUKTI NYATA bahwa
hukum hari ini sudah tidak lagi berpihak kepada si miskin dan si lemah yang hak
azasinya di injak-injak, yang terseok-seok, ngemis-ngemis bahkan sampai menangis
darah sekalipun hanya untuk mencari sebuah keadilan yang sampai hari ini belum
juga tuntas dan ini baru empat orang saja yang diangkat ke permukaan, entah
berapa banyak orang-orang yang nasibnya serupa seperti mereka.
Akankah kasus yang sama akan terulang
kembali dikarenakan aparat penegak hukum sudah tidak peduli kepada yang miskin
dan lemah dan hanya peduli kepada orang-orang yang memiliki kedudukan yang
tinggi, orang terkenal dan banyak uang???........
Kasus yang menimpa saudara kita seperti
Marsinah, Sengkon dan Karta, serta
Udin Bernas mudah-mudahan bisa
membuka mata hati kita tentunya sebagai para penegak hukum untuk terus
menyampaikan suara kebenaran dan keadilan tentunya membela orang kecil, miskin,
dan lemah di negeri pertiwi ini meski taruhannya adalah nyawa sekalipun,
minimal kita lakukan dari hal yang terkecil terlebih dahulu.