Banyak
orang yang menyangka bahwa perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah
dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) dianggap sekedar
dalam masalah khilafiyah Furu’iyah, seperti perbedaan antara NU dengan
Muhammadiyah, antara Madzhab Safi’i dengan Madzhab Maliki.
Karenanya
dengan adanya ribut-ribut masalah Sunni dengan Syiah, mereka
berpendapat agar perbedaan pendapat tersebut tidak perlu
dibesar-besarkan. Selanjutnya mereka berharap, apabila antara NU dengan
Muhammadiyah sekarang bisa diadakan pendekatan-pendekatan demi Ukhuwah
Islamiyah, lalu mengapa antara Syiah dan Sunni tidak dilakukan ?.
Oleh karena itu, disaat Muslimin bangun melawan serangan Syiah, mereka menjadi penonton dan tidak ikut berkiprah.
Apa
yang mereka harapkan tersebut, tidak lain dikarenakan minimnya
pengetahuan mereka mengenai aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah
(Ja’fariyah). Sehingga apa yang mereka sampaikan hanya terbatas pada apa
yang mereka ketahui.
Semua
itu dikarenakan kurangnya informasi pada mereka, akan hakikat ajaran
Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah). Disamping kebiasaan
berkomentar, sebelum memahami persoalan yang sebenarnya.
Sedangkan
apa yang mereka kuasai, hanya bersumber dari tokoh-tokoh Syiah yang
sering berkata bahwa perbedaan Sunni dengan Syiah seperti perbedaan
antara Madzhab Maliki dengan Madzahab Syafi’i.
Padahal
perbedaan antara Madzhab Maliki dengan Madzhab Syafi’i, hanya dalam
masalah Furu’iyah saja. Sedang perbedaan antara Ahlussunnah Waljamaah
dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah), maka
perbedaan-perbedaannya disamping dalam Furuu’ juga dalam Ushuul.
Rukun
Iman mereka berbeda dengan rukun Iman kita, rukun Islamnya juga
berbeda, begitu pula kitab-kitab hadistnya juga berbeda, bahkan sesuai
pengakuan sebagian besar ulama-ulama Syiah, bahwa Al-Qur’an mereka juga
berbeda dengan Al-Qur’an kita (Ahlussunnah).
Apabila
ada dari ulama mereka yang pura-pura (taqiyah) mengatakan bahwa
Al-Qur’annya sama, maka dalam menafsirkan ayat-ayatnya sangat berbeda
dan berlainan.
Sehingga
tepatlah apabila ulama-ulama Ahlussunnah Waljamaah mengatakan : Bahwa
Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) adalah satu agama
tersendiri.
Melihat
pentingnya persoalan tersebut, maka di bawah ini kami nukilkan sebagian
dari perbedaan antara aqidah Ahlussunnah Waljamaah dengan aqidah Syiah
Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).
1. Ahlussunnah:
Rukun Islam kita ada 5 (lima)
a) Syahadatain
b) As-Sholah
c) As-Shoum
d) Az-Zakah
e) Al-Haj
Syiah:
Rukun Islam Syiah juga ada 5 (lima) tapi berbeda:
a) As-Sholah
b) As-Shoum
c) Az-Zakah
d) Al-Haj
e) Al wilayah
2. Ahlussunnah:
Rukun Iman ada 6 (enam) :
a) Iman kepada Allah
b) Iman kepada Malaikat-malaikat Nya
c) Iman kepada Kitab-kitab Nya
d) Iman kepada Rasul Nya
e) Iman kepada Yaumil Akhir / hari kiamat
f) Iman kepada Qadar, baik-buruknya dari Allah.
Syiah:
Rukun Iman Syiah ada 5 (lima)*
a) At-Tauhid
b) An Nubuwwah
c) Al Imamah
d) Al Adlu
e) Al Ma’ad
3. Ahlussunnah:
Dua kalimat syahadat
Syiah:
Tiga
kalimat syahadat, disamping Asyhadu an Laailaha illallah, wa asyhadu
anna Muhammadan Rasulullah, masih ditambah dengan menyebut dua belas
imam-imam mereka.
4. Ahlussunnah:
Percaya
kepada imam-imam tidak termasuk rukun iman. Adapun jumlah imam-imam
Ahlussunnah tidak terbatas. Selalu timbul imam-imam, sampai hari kiamat.
Karenanya membatasi imam-imam hanya dua belas (12) atau jumlah tertentu, tidak dibenarkan.
Syiah:
Percaya kepada dua belas imam-imam mereka, termasuk rukun iman. Karenanya orang-orang
yang tidak beriman kepada dua belas imam-imam mereka (seperti
orang-orang Sunni), maka menurut ajaran Syiah dianggap kafir dan akan masuk neraka.
5. Ahlussunnah:
Khulafaurrosyidin yang diakui (sah) adalah :
a) Abu Bakar
b) Umar
c) Utsman
d) Ali Radhiallahu anhum
Syiah:
Ketiga
Khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman) tidak diakui oleh Syiah. Karena
dianggap telah merampas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib (padahal Imam
Ali sendiri membai’at dan mengakui kekhalifahan mereka).
6. Ahlussunnah:
Khalifah (Imam) adalah manusia biasa, yang tidak mempunyai sifat Ma’shum.
Berarti mereka dapat berbuat salah/ dosa/ lupa. Karena sifat Ma’shum, hanya dimiliki oleh para Nabi.
Syiah:
Para imam yang jumlahnya dua belas tersebut mempunyai sifat Ma’’hum, seperti para Nabi.
7. Ahlussunnah:
Dilarang mencaci-maki para sahabat.
Syiah:
Mencaci-maki
para sahabat tidak apa-apa bahkan Syiah berkeyakinan, bahwa para
sahabat setelah Rasulullah SAW wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal
beberapa orang saja. Alasannya karena para sahabat membai’at Sayyidina
Abu Bakar sebagai Khalifah.
8. Ahlussunnah:
Siti Aisyah istri Rasulullah sangat dihormati dan dicintai. Beliau adalah Ummul Mu’minin.
Syiah:
Siti Aisyah dicaci-maki, difitnah, bahkan dikafirkan.
9. Ahlussunnah:
Kitab-kitab hadits yang dipakai sandaran dan rujukan Ahlussunnah adalah Kutubussittah:
a) Bukhari
b) Muslim
c) Abu Daud
d) Turmudzi
e) Ibnu Majah
f) An Nasa’i
(kitab-kitab tersebut beredar dimana-mana dan dibaca oleh kaum Muslimin sedunia).
Syiah:
Kitab-kitab Syiah ada empat:
a) Al Kaafi
b) Al Istibshor
c) Man Laa Yahdhuruhu Al Faqih
d) Att Tahdziib
(Kitab-kitab tersebut tidak beredar, sebab kebohongannya takut diketahui oleh pengikut-pengikut Syiah).
10. Ahlussunnah:
Al-Qur’an tetap orisinil
Syiah
Al-Qur’an yang ada sekarang ini menurut pengakuan ulama Syiah tidak
orisinil. Sudah dirubah oleh para sahabat (dikurangi dan ditambah).
11. Ahlussunnah:
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul Nya.
Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak taat kepada Allah dan Rasul Nya.
Syiah:
Surga diperuntukkan bagi orang-orang yang cinta kepada Imam Ali, walaupun orang tersebut tidak taat kepada Rasulullah.
Neraka diperuntukkan bagi orang-orang yang memusuhi Imam Ali, walaupun orang tersebut taat kepada Rasulullah.
12. Ahlussunnah:
Aqidah
Raj’ah tidak ada dalam ajaran Ahlussunnah. Raj’ah adalah besok di akhir
zaman sebelum kiamat, manusia akan hidup kembali. Dimana saat itu Ahlul
Bait akan balas dendam kepada musuh-musuhnya.
Syiah:
Raj’ah
adalah salah satu aqidah Syiah. Dimana diceritakan : bahwa nanti di
akhir zaman, Imam Mahdi akan keluar dari persembunyiannya. Kemudian dia
pergi ke Madinah untuk membangunkan Rasulullah, Imam Ali, Siti Fatimah
serta Ahlul Bait yang lain.
Setelah
mereka semuanya bai’at kepadanya, diapun selanjutnya membangunkan Abu
Bakar, Umar, Aisyah. Kemudian ketiga orang tersebut disiksa dan disalib,
sampai mati seterusnya diulang-ulang sampai ribuan kali. Sebagai
balasan atas perbuatan jahat mereka kepada Ahlul Bait.
Keterangan:
Orang Syiah mempunyai Imam Mahdi sendiri. Berlainan dengan Imam Mahdinya Ahlussunnah, yang akan membawa keadilan dan kedamaian.
13. Ahlussunnah:
Mut’ah (kawin kontrak), sama dengan perbuatan zina dan hukumnya haram.
Syiah:
Mut’ah
sangat dianjurkan dan hukumnya halal. Halalnya Mut’ah ini dipakai oleh
golongan Syiah untuk mempengaruhi para pemuda agar masuk Syiah. Padahal haramnya Mut’ah juga berlaku di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib.
14. Ahlussunnah:
Khamer/ arak tidak suci.
Syiah:
Khamer/ arak suci.
15. Ahlussunnah:
Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap tidak suci.
Syiah:
Air yang telah dipakai istinja’ (cebok) dianggap suci dan mensucikan.
16. Ahlussunnah:
Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri hukumnya sunnah.
Syiah:
Diwaktu shalat meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri membatalkan shalat.
17. Ahlussunnah:
Mengucapkan Amin di akhir surat Al-Fatihah dalam shalat adalah sunnah.
Syiah:
Mengucapkan Amin di akhir surat Al-Fatihah dalam shalat dianggap tidak sah/ batal shalatnya.
(Jadi shalatnya Muslimin di seluruh dunia dianggap tidak sah, karena mengucapkan Amin dalam shalatnya).
18. Ahlussunnah:
Shalat jama’ diperbolehkan bagi orang yang bepergian dan bagi orang yang mempunyai udzur syar’i.
Syiah:
Shalat jama’ diperbolehkan walaupun tanpa alasan apapun.
19. Ahlussunnah:
Shalat Dhuha disunnahkan.
Syiah:
Shalat Dhuha tidak dibenarkan.
(padahal semua Auliya’ dan salihin melakukan shalat Dhuha).
Demikian
telah kami nukilkan perbedaan-perbedaan antara aqidah Ahlussunnah
Waljamaah dan aqidah Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah).
Sengaja kami nukil sedikit saja, sebab apabila kami nukil seluruhnya,
maka akan memenuhi halaman-halaman buku ini.
Harapan
kami semoga pembaca dapat memahami benar-benar perbedaan-perbedaan
tersebut. Selanjutnya pembaca yang mengambil keputusan (sikap).
Masihkah mereka akan dipertahankan sebagai Muslimin dan Mukminin ? (walaupun dengan Muslimin berbeda segalanya).
Sebenarnya
yang terpenting dari keterangan-keterangan di atas adalah agar
masyarakat memahami benar-benar, bahwa perbedaan yang ada antara
Ahlussunnah dengan Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah (Ja’fariyah) itu,
disamping dalam Furuu’ (cabang-cabang agama) juga dalam Ushuul (pokok/
dasar agama).
Apabila
tokoh-tokoh Syiah sering mengaburkan perbedaan-perbedaan tersebut,
serta memberikan keterangan yang tidak sebenarnya, maka hal tersebut
dapat kita maklumi, sebab mereka itu sudah memahami benar-benar, bahwa
Muslimin Indonesia tidak akan terpengaruh atau tertarik pada Syiah,
terkecuali apabila disesatkan (ditipu).
Oleh
karena itu, sebagian besar orang-orang yang masuk Syiah adalah
orang-orang yang tersesat, yang tertipu oleh bujuk rayu tokoh-tokoh
Syiah.
Akhirnya,
setelah kami menyampaikan perbedaan-perbedaan antara Ahlussunnah dengan
Syiah, maka dalam kesempatan ini kami menghimbau kepada Alim Ulama
serta para tokoh masyarakat, untuk selalu memberikan penerangan kepada
umat Islam mengenai kesesatan ajaran Syiah. Begitu pula untuk selalu
menggalang persatuan sesama Ahlussunnah dalam menghadapi rongrongan yang
datangnya dari golongan Syiah. Serta lebih waspada dalam memantau
gerakan Syiah di daerahnya. Sehingga bahaya yang selalu mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa kita dapat teratasi.
Selanjutnya
kami mengharap dari aparat pemerintahan untuk lebih peka dalam
menangani masalah Syiah di Indonesia. Sebab bagaimanapun, kita tidak
menghendaki apa yang sudah mereka lakukan, baik di dalam negri maupun di
luar negri, terulang di negara kita.
Semoga Allah selalu melindungi kita dari penyesatan orang-orang Syiah dan aqidahnya. Amin.
Sebagai
bangsa dengan penduduk mayoritas beragama Islam dan para pemimpinnya
pun banyak yang Muslim harusnya merasa malu, pasalnya hasil survei
Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan bahwa hanya sedikit dari
kaum muda Islam Indonesia yang melaksanakan salat lima waktu.
“Ini
merupakan warning. Karena itu, para orangtua dan guru-guru untuk
mendorong anak-anak muda generasi melaksanakan salat lima waktu karena
bagaimana pun salat ini merupakan kewajiban,” papar Suryadharma di
Kantor Kemenag, Jakarta.
Sebelumnya, LSI bekerjasama dengan
Goethe Institute Friedrich Naumann Stiftung dan Fur Die Freiheit,
menyebutkan hasil surveinya, bahwa kaum muda Islam Indonesia yang selalu
menunaikan salat lima waktu hanya 28,7 persen, sedang yang sering salat
lima waktu sebesar 30,2 persen.
Sementara itu, 59,6 persen
menyatakan selalu berpuasa pada bulan Ramadhan. Ketika ditanya mengenai
penguasaan Al-Qur’an hanya 11,7 persen memahami sebagian besar isi kitab
suci agama Islam itu.
Menurut Suryadharma masalah ketaatan
menjalankan perintah agama, memang suatu yang gampang-gampang susah, dan
hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai kelalaian atau
ketidakpedulian negara semata.
Sayangnya kemenag berkelit dengan
mengatakan bahwa “masalah ibadah shalat dan membaca Al Qur’an lebih
bersifat pribadi, maka justru peran orang tua sebagai pemberi contoh
yang utama,”.
Sungguh Ironi melihat bangsa ini, pelaksanaan
shalat yang menjadi kewajiban bagi seluruh Muslim, baik pribadi, orang
tua, maupun masyarakat, memang tetap harus dikontrol pelaksanaannya oleh
pemimpin (yang notabene Muslim juga).
Inilah salah satu dampak
sekularisme sistem negara, dimana agama tidak dijadikan sebagai
prioritas utama dalam segi kehidupan, maka kehidupan yang berjalan pun
makin acak adut. Peradilan, hukum, pendidikan, moral, ekonomi semua
hanya memperlihatkan wajah kebobrokan bangsa yang menolak Syariat Islam
- See more at:
http://www.arrahmah.com/read/2011/06/18/13431-astagfirullah-mayoritas-kaum-muda-muslim-di-indonesia-tidak-shalat-lima-waktu.html#sthash.9qvozZw5.dpuf
Sebagai
bangsa dengan penduduk mayoritas beragama Islam dan para pemimpinnya
pun banyak yang Muslim harusnya merasa malu, pasalnya hasil survei
Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan bahwa hanya sedikit dari
kaum muda Islam Indonesia yang melaksanakan salat lima waktu.
“Ini
merupakan warning. Karena itu, para orangtua dan guru-guru untuk
mendorong anak-anak muda generasi melaksanakan salat lima waktu karena
bagaimana pun salat ini merupakan kewajiban,” papar Suryadharma di
Kantor Kemenag, Jakarta.
Sebelumnya, LSI bekerjasama dengan
Goethe Institute Friedrich Naumann Stiftung dan Fur Die Freiheit,
menyebutkan hasil surveinya, bahwa kaum muda Islam Indonesia yang selalu
menunaikan salat lima waktu hanya 28,7 persen, sedang yang sering salat
lima waktu sebesar 30,2 persen.
Sementara itu, 59,6 persen
menyatakan selalu berpuasa pada bulan Ramadhan. Ketika ditanya mengenai
penguasaan Al-Qur’an hanya 11,7 persen memahami sebagian besar isi kitab
suci agama Islam itu.
Menurut Suryadharma masalah ketaatan
menjalankan perintah agama, memang suatu yang gampang-gampang susah, dan
hal tersebut tidak bisa dijadikan sebagai kelalaian atau
ketidakpedulian negara semata.
Sayangnya kemenag berkelit dengan
mengatakan bahwa “masalah ibadah shalat dan membaca Al Qur’an lebih
bersifat pribadi, maka justru peran orang tua sebagai pemberi contoh
yang utama,”.
Sungguh Ironi melihat bangsa ini, pelaksanaan
shalat yang menjadi kewajiban bagi seluruh Muslim, baik pribadi, orang
tua, maupun masyarakat, memang tetap harus dikontrol pelaksanaannya oleh
pemimpin (yang notabene Muslim juga).
Inilah salah satu dampak
sekularisme sistem negara, dimana agama tidak dijadikan sebagai
prioritas utama dalam segi kehidupan, maka kehidupan yang berjalan pun
makin acak adut. Peradilan, hukum, pendidikan, moral, ekonomi semua
hanya memperlihatkan wajah kebobrokan bangsa yang menolak Syariat Islam
- See more at:
http://www.arrahmah.com/read/2011/06/18/13431-astagfirullah-mayoritas-kaum-muda-muslim-di-indonesia-tidak-shalat-lima-waktu.html#sthash.9qvozZw5.dpuf