1. Kewajiban memakai Jilbab
Masih saja ada yang menanyakan(menyangsikan) kewajiban berjilbab. Padahal dasar hukumnya sudah jelas yaitu:
- Surat Al-Ahzab ayat 59 (33:59): Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan hijab keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebihi mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
- Surat An-Nuur: ayat 31 (24:31): Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasanny, kecuali yang biasa tampak padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putri mereka atau putra-putri suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau buda-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan terhadap wanita, atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-orang beriman supaya kamu beruntung ”
“(Ini adalah)
satu surat yang kami turunkan dan kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum
yang ada di dalam)nya, dan kami turunkan di dalamnya ayat ayat yang
jelas, agar kamu selalu mengingatinya”. (An-Nuur:1)
Ayat pertama Surat
An-Nuur yang mendahului ayat-ayat yang lain. Yang berarti hukum-hukum
yang berada di surat itu wajib hukumnya.
- Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata dalam Tafsirnya:
“Janganlah kaum
wanita menampakkan sedikitpun dari perhiasan mereka kepada pria-pria
ajnabi (yang bukan mahram/halal nikah), kecuali yang tidak mungkin
disembunyikan.”
- Ibnu Masud berkata : Misalnya selendang dan kain lainnya. “Maksudnya adalah kain kudung yang biasa dikenakan oleh wanita Arab di atas pakaiannya serat bagian bawah pakiannya yang tampak, maka itu bukan dosa baginya, karena tidak mungkin disembunyikan.”
- Al-Qurthubi berkata: Pengecualian itu adalah pada wajah dan telapak tangan. Yang menunjukkan hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Aisyah bahwa Asma binti Abu Bakr menemui Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam sedangkan ia memakai pakaian tipis. Maka Rasulullah berpaling darinya dan berkata kepadanya : “Wahai Asma! Sesungguhnya jika seorang wanita itu telah mencapai masa haid, tidak baik jika ada bagian tubuhnya yang terlihat, kecuali ini.” Kemudian beliau menunjuk wajah dan telapak tangannya. Semoga Allah memberi Taufik dan tidak ada Rabb selain-Nya.”
- Juga berdasarkan sabda Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam:
“Ada tida golongan
yang tidak akan ditanya yaitu, seorang laki-laki yang meninggalkan
jamaah kaum muslimin dan mendurhakai imamnya (penguasa) serta meninggal
dalam keadaan durhaka, seorang budak wanita atau laki-laki yang
melarikan diri (dari tuannya) lalu ia mati, serta seorang wanita yang
ditinggal oleh suaminya, padahal suaminya telah mencukupi keperluan
duniawinya, namun setelah itu ia bertabarruj. Ketiganya itu tidak akan
ditanya.” (Ahmad VI/19; Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).
Tabarruj adalah perilaku wanita yang menampakkan perhiasan dan kecantikannya serta segala sesuatu yang wajib ditutup karena dapat membangkitkan syahwat laki-laki. (Fathul Bayan VII/19).
Masihkah menyangsikan kewajiban mamakai Jilbab?
2. Menggunjing, Gosip = Ghibah.
Maaf saudari muslimah, ini juga sangat2
sering dilakukan tanpa sadar. Begitu saja terjadi dan tiak terasa bahwa
itu salah satu dosa, karena begitu biasanya. Definisi ghibah dapat kita
lihat dalam hadits Rasulullah berikut ini:
“Ghibah ialah engkau menceritakan
saudaramu tentang sesuatu yang ia benci.” Si penanya kembali bertanya,
“Wahai Rasulullah, bagaimanakah pendapatmu bila apa yang diceritakan itu
benar ada padanya ?” Rasulullah menjawab, “kalau memang benar ada
padanya, itu ghibah namanya. Jika tidak benar, berarti engkau telah
berbuat buhtan (mengada-ada).” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, dan
Ahmad).
Berdasarkan hadits di atas telah jelas
bahwa definisi ghibah yaitu menceritakan tentang diri saudara kita
sesuatu yang ia benci meskipun hal itu benar. Ini berarti kita
menceritakan dan menyebarluaskan keburukan dan aib saudara kita kepada
orang lain. Allah sangat membenci perbuatan ini dan mengibaratkan pelaku
ghibah seperti seseorang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. Allah
berfirman:
” Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu
adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah
seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurat: 12)
3. Menjaga Suara
Suara empuk dan tawa canda seorang
wanita terlalu sering kita dengarkan di sekitar kita, baik secara
langsung atau lewat radio dan televisi. Terlebih lagi bila wanita itu
berprofesi sebagai penyiar atau MC karena memang termasuk modal utamanya
adalah suara yang indah dan merdu. Begitu mudahnya wanita
memperdengarkan suaranya yang bak buluh perindu, tanpa ada rasa takut
kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Padahal Dia telah memperingatkan:
“Maka janganlah kalian
merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang
yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma‘ruf.”
(Al Ahzab: 32)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
juga telah bersabda : “Wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah
maka syaitan menghias-hiasinya (membuat indah dalam pandangan laki-laki
sehingga ia terfitnah)”. (HR. At Tirmidzi, dishahihkan dengan syarat
Muslim oleh Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi`i dalam Ash Shahihul
Musnad, 2/36).
Sebagai muslimah harus menjaga suara
saat berbicara dalam batas kewajaran bukan sengaja dibikin
mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan semisalnya. Wallahu a’lam
4. Mencukur alis mata.
Abdullah bin Mas’ud RadhiyAllohu ‘anhu, dia berkata:
“Alloh Subhanahu wa Ta’ala melaknat
wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang minta dicukurkan alisnya,
wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang
mereka semua merubah ciptaan Alloh”.
Mencukur alis atau menipiskannya, baik
dilakukan oleh wanita yang belum menikah atau sudah menikah, dengan
alasan mempercantik diri untuk suami atau lainnya tetap diharamkan,
sekalipun disetujui oleh suaminya. Karena yang demikian termasuk merubah
penciptaan Allah yang telah menciptakannya dalam bentuk yang sebaik-
baiknya. Dan telah datang ancaman yang keras serta laknat bagi
pelakunya. Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.
5. Memakai Wangi-wangian: Dari Abu Musa Al-Asyari bahwasannya ia berkata: Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Siapapun wanita yang memakai wewangian,
lalu ia melewati kaum laki-laki agar mereka mendapatkan baunya, maka ia
adalah pezina.” (Al-Hakim II/396 dan disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Dari Zainab Ats-Tsaqafiyah bahwasannya Nabi bersabda shalallohu ‘alahi wa sallam:
“Jika salah seorang diantara kalian
(kaum wanita) keluar menuju masjid, maka jangan sekali-kali mendekatinya
dengan (memakai) wewangian.” (Muslim dan Abu Awanah).
Dari Musa bin Yasar dari Abu Hurairah:
Bahwa seorang wanita berpapasan dengannya dan bau wewangian tercium
olehnya. Maka Abu Hurairah berkata :
Wahai hamba Allah ! Apakah kamu hendak
ke masjid ? Ia menjawab : Ya. Abu Hurairah kemudian berkata : Pulanglah
saja, lalu mandilah ! karena sesungguhnya aku telah mendengar Rasulullah
bersabda : “Jika seorang wanita keluar menuju masjid sedangkan bau
wewangian menghembus maka Allah tidak menerima shalatnya, sehingga ia
pulang lagi menuju rumahnya lalu mandi.” (Al-Baihaqi III/133).
Alasan pelarangannya sudah jelas, yaitu bahwa hal itu akan membangkitkan nafsu birahi. Ibnu Daqiq Al-Id berkata :
“Hadits tersebut menunjukkan haramnya
memakai wewangian bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, karena
hal itu akan dapat membangkitkan nafsu birahi kaum laki-laki” (Al-Munawi
: Fidhul Qadhir).
Syaikh Albani mengatakan: Jika hal itu
saja diharamkan bagi wanita yang hendak keluar menuju masjid, lalu apa
hukumnya bagi yang hendak menuju pasar, atau tempat keramaian lainnya ?
Tidak diragukan lagi bahwa hal itu jauh lebih haram dan lebih besar
dosanya. Berkata Al-Haitsami dalam AZ-Zawajir II/37
“Bahwa keluarnya seorang wanita dari
rumahnya dengan memakai wewangian dan berhias adalah termasuk perbuatan
dosa besar meskipun suaminya mengizinkan”.
Selanjutnya tentang pakaian seorang
muslimah. Fenomena jilbab sangat bagus saat ini, tetapi sangat
disayangkan dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang disyariatkan,
jilbab gaul istilahnya.
6. Memakai Pakaian transparan dan membentuk tubuh/ketat
Sebab yang namanya menutup itu tidak akan terwujud kecuali tidak trasparan. Jika transparan, maka hanya akan mengundang fitnah (godaan) dan berarti menampakkan perhiasan. Dalam hal ini Rasulullah telah bersabda : “Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakain namun (hakekatnya) telanjang. Di atas kepala mereka seperti punuk unta. Kutuklah mereka karena sebenarnya mereka adalah kaum wanita yang terkutuk.” (At-Thabrani Al-Mujamusshaghir : 232).
Di dalam hadits lain terdapat tambahan
yaitu : “Mereka tidak akan masuk surga dan juga tidak akan mencium
baunya, padahal baunya surga itu dapat dicium dari perjalanan sekian dan
sekian.” (HR.Muslim).
Ibnu Abdil Barr berkata : “Yang dimaksud
oleh Nabi adalah kaum wanita yang mengenakan pakaian yang tipis, yang
dapat mensifati (menggambarkan) bentuk tubuhnya dans tidak dapat menutup
atau menyembunyikannya. Mereka itu tetap berpakaian namanya, akan
tetapi hakekatnya telanjang.”(Tanwirul Hawalik III/103).
Dari Abdullah bin Abu Salamah,
bahawsanya Umar bin Al-Khattab pernah memakai baju Qibtiyah (jenis
pakaian dari Mesir yang tipis dan berwarna putih) kemudian Umar berkata
:“Jangan kamu pakaikan baju ini untuk istri-istrimu !. Seseorang
kemudian bertanya : Wahai Amirul Muminin, Telah saya pakaikan itu kepada
istriku dan telah aku lihat di rumah dari arah depan maupun belakang,
namun aku tidak melihatnya sebagai pakaian yang tipis !. Maka Umar
menjawab : Sekalipun tidak tipis,namun ia menggambarkan lekuk tubuh.”
(H.R. Al-Baihaqi II/234-235).
Usamah bin Zaid pernah berkata: Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam pernah memberiku baju Qibtiyah yang tebal yang merupakan baju yang dihadiahkan oleh Dihyah Al-Kalbi kepada beliau. Baju itu pun aku pakaikan pada istriku. Nabi bertanya kepadaku: “Mengapa kamu tidak mengenakan baju Qibtiyah ?” Aku menjawab : Aku pakaikan baju itu padaistriku. Nabi lalu bersabda : “Perintahkan ia agar mengenakan baju dalam di balik Qibtiyah itu, karena saya khawatir baju itu masih bisa menggambarkan bentuk tulangnya.” (Ad-Dhiya Al-Maqdisi : Al-Hadits Al-Mukhtarah I/441).
Aisyah pernah berkata: ” Seorang wanita
dalam shalat harus mengenakan tiga pakaian : Baju, jilbab dan khimar.
Adalah Aisyah pernah mengulurkan izar-nya (pakaian sejenis jubah) dan
berjilbab dengannya (Ibnu Sad VIII/71).
Pendapat yang senada juga dikatakan oleh
Ibnu Umar : Jika seorang wanita menunaikan shalat, maka ia
harus mengenakan seluruh pakainnya : Baju, khimar dan milhafah (mantel)”
(Ibnu Abi Syaibah: Al-Mushannaf II:26/1).
7. Memakai Pakaian menyerupai pakaian Laki-laki.
Karena ada beberapa hadits shahih yang
melaknat wanita yang menyerupakan diri dengan kaum pria, baik dalam hal
pakaian maupun lainnya. Dari Abu Hurairah berkata:“Rasulullah melaknat
pria yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian pria”
(Al-Hakim IV/19 disepakati oleh Adz-Dzahabi).
Dari Abdullah bin Amru yang berkata: Saya mendengar Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam
bersabda: “Tidak termasuk golongan kami para wanita yang menyerupakan
diri dengan kaum pria dan kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum
wanita.” (Ahmad II/199-200)
Dari Ibnu Abbas yang berkata: Nabi shalallohu ‘alahi wa sallam melaknat kaum pria yang bertingkah kewanita-wanitaan dan kaum wanita yang bertingkah kelaki-lakian. Beliau bersabda : “Keluarkan mereka dari rumah kalian. Nabi pun mengeluarkan si fulan dan Umar juga mengeluarkan si fulan.”
Dalam lafadz lain : “Rasulullah melaknat
kaum pria yang menyerupakan diri dengan kaum wanita dan kaum wanita
yang menyerupakan diri dengan kaum pria.” (Al-Bukhari X/273-274).
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah shalallohu ‘alahi wa sallam bersabda:
“Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan
memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).” (Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).
“Tiga golongan yang tidak akan masuk surga dan Allah tidak akan
memandang mereka pada hari kiamat; Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, wanita yang bertingkah kelaki-lakian dan menyerupakan diri dengan laki-laki dan dayyuts (orang yang tidak memiliki rasa cemburu).” (Al-Hakim I/72 dan IV/146-147 disepakati Adz-Dzahabi).
Dalam hadits-hadits ini terkandung petunjuk yang jelas mengenai diharamkannya tindakan wanita menyerupai kaum pria, begitu pula sebaiknya. Ini bersifat umum, meliputi masalah pakaian dan lainnya, kecuali hadits yang pertama yang hanya menyebutkan hukum dalam masalah pakaian saja.
8. Memakai Pakaian menyerupai pakaian Wanita Kafir
Syariat Islam telah menetapkan bahwa
kaum muslimin (laki-laki maupun perempuan) tidak boleh bertasyabuh
(menyerupai) kepada orang-orang kafir, baik dalam ibadah, ikut merayakan
hari raya, dan berpakain khas mereka. Dalilnya Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya :
“Belumkah datang waktunya bagi
orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan
kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka) dan janganlah mereka
seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab kepadanya,
kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang
fasik (Al-Hadid:16).”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Al-Hadid ayat 16, yang artinya:
“Janganlah mereka seperti…” merupakan larangan mutlak dari
tindakan menyerupai mereka, di samping merupakan larangan khusus dari
tindakan menyerupai mereka dalam hal membatunya hati akibat kemaksiatan
(Al-Iqtidha… hal. 43).
Ibnu Katsir berkata ketika menafsirkan ayat ini (IV/310): Karena itu Allah Subhanahu Wa Ta’ala melarang orang-orang beriman menyerupai mereka dalam perkara-perkara pokok maupun cabang. Allah berfirman :
Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad).“Raaina” tetapi
katakanlah “Unzhurna” dan dengarlah. Dan bagi orang-orang yang kafir
siksaan yang pedih” (Q.S.Al-baqarah:104).
Lebih lanjut Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (I/148): Allah melarang hamba-hamba-Nya yang beriman untuk mnyerupai ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan orang-orang kafir. Sebab, orang-orang Yahudi suka menggunakan plesetan kata dengan tujuan mengejek.
Jika mereka ingin mengatakan “Dengarlah kami” mereka mengatakan “Raaina” sebagai plesetan kata “ruunah”
(artinya ketotolan) sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa ayat
46. Allah juga telah memberi tahukan dalam surat Al-Mujadalah ayat 22,
bahwa tidak ada seorang mu’min yang mencintai orang-orang kafir.
Barangsiapa yang mencintai orang-orang kafir, maka ia bukan orang
mu’min, sedangkan tindakan menyerupakan diri secara lahiriah merupakan
hal yang dicurigai sebagai wujud kecintaan, oleh karena itu diharamkan.
Sumber:
2. vbaitullah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar