Senin, 14 Januari 2013

Bercanda pun Ada Adabnya

Oleh: Abdul Qadir
           
Bercanda merupakan salah satu hobi yang digemari masyakat Indonesia, baik itu anak-anak maupun orang tua, laki-laki maupun wanita, penarik becak maupun pedagang, pelajar maupun pegawai. Pokoknya segala lapisan gemar canda.
           
Saking tersebarnya kegemaran dan hobi canda ini di masyarakat Indonesia Raya, sampai-sampai dijadikan profesi oleh sebagian orang. Nah, muncullah di sana grup-grup lawak dan banyolan, ludruk, kelompok musik humor[1], pantomim, film-film humor, promosi dan media massa yang dihiasi dengan humor. Bukan cuma lewat media audio-visual, bahkan juga lewat karya tulis, dan buku-buku. Lebih ironisnya lagi kegemaran bercanda ini digunakan oleh sebagian kiai dan ustadz untuk menarik massa, pemanis retorika dalam berceramah dan berkhutbah sehingga menjadi ciri khas bagi dirinya. Tak heran jika disana ada sebagian pelawak dan artis jadi ustadz[2].

Namun sangat disayangkan jika kegemaran terus menerus bercanda dan humor ini juga merasuk dan menjalar di kalangan kaum santri (baca: thullabul 'ilm), dan kyai yang merupakan panutan dan suri tauladan umat. Jika panutan adalah seorang yang kerjanya humor melulu dan bercanda, maka bagaimana lagi nasib pengikutnya. Ini merupakan pemandangan yang amat menyedihkan dan memprihatinkan[3].

Lantas apakah komentar Islam tentang humor dan bercanda. Apakah hukumnya haram ataukah di sana ada keringanan pada kondisi-kondisi tertentu seseorang dibolehkan bercanda? Jawabnya, silahkan ikuti pembahasan berikut:

Bercanda merupakan sesuatu yang disenangi oleh jiwa manusia sebagaimana halnya makan dan minum. Oleh karenanya, syari'at Islam yang sempurna ini datang untuk menjelaskan hukum bercanda. Rasulullah r telah menjelaskan hukumnya, baik dengan ucapan beliau, maupun dengan perbuatan beliau, sebagaimana yang kita dapatkan dalam  banyak hadits.

Anas bin Malik R.A. berkata: "Rasulullah SAW adalah orang yang paling bagus akhlaknya. Dulu aku punya adik kecil yang bernama Abu Umair –periwayat hadits berkata: Aku kira Anas berkata: "Dia sudah disapih"- lantas Anas berkata: "Jika Rasulullah r datang kemudian melihatnya, beliau berkata: "Wahai Abu Umair, apa yang dilakukan si Nughair".  Anas berkata: "Dia (Abu Umair) sedang bermain dengannya" [4].

Imam Abu Hatim Al-Busty –rahimahullah- menarik kesimpulan dari hadits ini: "Bolehnya Bagi Seseorang Untuk Menanyakan Sesuatu -padahal ia tahu- jika itu dalam rangka bercanda".[5]

Abu Darda' t berkata: Rasulullah r bersabda:
(اللهو في ثلاث: تأديب فرسك , رميك بقوسك, وملاعبتك لأهلك)
"Bermain-main itu hanya ada dalam tiga perkara: Melatih kudamu, membidikkan panahmu, dan bercanda dengan keluargamu" [6].

Riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi (SAW) dan A'isyah pernah lomba lari, dan juga pernah menyaksikan orang-orang Habasyah bermain senjata dalam masjid.

Adanya riwayat-riwayat ini menunjukkan bolehnya seseorang bercanda sepanjang tidak melampaui batas atau melakukan perbuatan haram, sebagaimana halnya makan dan minum itu diperbolehkan sepanjang tidak melampaui batas dengan berlebih-lebihan serta tidak memakan sesuatu yang haram.

Nabi (SAW) adalah sosok terbaik dalam menerapkan perintah dan tuntunan Allah SWT. Sekalipun beliau pernah bercanda, namun canda bukanlah kebiasaan rutinnya, apalagi jadi profesinya. Silakan dengarkan sahabat Jabir bin Samurah t bertutur  dalam menggambarkan pribadi dan akhlak Nabi r: "Beliau banyak diam dan sedikit tertawa" [7].

Mungkin ada baiknya para pembaca budiman perlu mengetahui beberapa bentuk humor dan canda yang dilarang dalam syari'at Islam yang suci. Tujuan kita mengetahui keburukan adalah bukan untuk diamalkan, akan tetapi untuk dijauhi dan tidak diulang lagi Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penya'ir: "Aku mengetahui keburukan bukanlah untuk keburukan. Akan tetapi untuk dihindari".
Berikut ini akan kami bawakan beberapa bentuk canda dan humor yang dilarang dalam Islam beserta dalilnya:
  •  Menyinggung Allah, Rasul-Nya dan syari'at-Nya.
Di antara musibah terbesar yang banyak melanda umat manusia, dari dulu sampai sekarang. Yaitu menghina dan menyinggung Allah, para Rasul-Nya dan syari'at yang dibawa oleh mereka, karena tidak sesuai dengan hawa nafsunya.

Suatu hal amat ironis jika ada seorang yang menghina Tuhannya sebagaimana yang dilakukan Yahudi. Mereka telah  menyatakan: "Sesungguhnya Allah itu fakir" atau "Tangan Allah terbelenggu".
Adapun kisah-kisah ejekan mereka kepada para Rasul dan Nabi serta akibat yang mereka terima dari ejekan tersebut, telah banyak diabadikan oleh Allah dalam Al-Qur'an agar menjadi ibrah (pelajaran) bagi orang-orang yang datang kemudian.

Sebagian orang ada yang biasa mengejek orang-orang yang belajar agama seraya berkata: "Tak ada gunanya kamu belajar agama. Coba lihat orang yang belajar, tak ada di antara mereka yang kaya, semuanya kere dan miskin. Modelnya juga kayak orang kampungan dan bodoh-bodoh".
Ejekan seperti ini disebutkan Allah SWT dalam kisah Nuh A.S.:

(فقال الملأ الذين كفروا من قومه ما نراك إلا بشرا مثلنا ومانراك اتبعك إلا الذين هم أراذلنا
 بادى الرأي وما نرى لكم علينا من فضل بل نظنكم كـذبين)

Artinya: "Maka berkatalah pemimpin-pemimpin dari kaumnya :"Kami tidak melihat kamu , melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang yang hina-dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki suatu kelebihan apapun atas kami. Bahkan kami yakin bahwa kamu adalah orang-orang yang dusta" [8].

Nasib yang dialami Nabi Nuh A.S. sama yang dialami Nabi Musa A.S. Allah SWT telah mengisahkan ejekan Fir'aun kepada Musa A.S.:

(وقال فرعون يأيها الملأ ما علمت لكم من إله غيري فأوقد لي يهــمــن على الطين
 فاجعل لي صرحا لعلي أطلع إلى أله موسى وإني لأظنه من الكـــذبين)

Artinya: "Fir'aun berkata: "Wahai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui ada tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat, kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa. Sesungguhnya aku benar-benar yakin ia itu termasuk orang-orang pendusta" [9].

Nabi kita yang terakhir-pun tak jauh beda nasibnya dengan para pendahulunya. Allah SWT berfirman:

(وإذا ناديتم إلى الصلوة اتخذوها هزوا ولعبا ذلك بأنهم قوم لا يعقلون. قل يأهل الكتب هل
 تنقمون منا إلا أن ءامنا بالله وما أنزل إلينا وما أنزل من قبل وأن أكثركم فـــسقون)

Artinya: "Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sholat, maka mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tak mau mempergunakan akal. Katakanlah: "Wahai Ahli Kitab, kalian tidaklah mencela kami melainkan karena kami beriman kepada Allah, dan (wahyu) yang diturunkan kepada kami, dan (wahyu) yang diturunkan sebelumnya. Sedang kebanyakan diantara kalian adalah benar-benar orang  yang fasik" [10].

Sikap orang-orang Yahudi ini mirip dengan sebagian orang di zaman kita ini. Ketika mereka diajak melaksanakan sunnah Rasul SAW seperti memanjangkan jenggot sesuai perintah Nabi A.S., mereka ngoceh: "Wah, ngapain melihara jenggot, mirip orang tua aja (sebagian yang lain berkata: mirip kambing). Lagian jorok dan ketinggalan zaman". Kalau melihat orang yang tidak isbal (mengangkat pakaian di atas mata kaki, berkomentar: "He, he, he, kebanjiran ya mas?" Si miskin ini tak tahu jika ia mencela masalah jenggot atau meninggalkan isbal, maka ia telah mencela agama Islam yang pelakunya bisa kafir setelah disampaikan hujjah padanya.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- berkata: "Barang siapa yang mengolok-olok suatu (ajaran) dari agama Rasul, atau pahalanya, atau  siksaannya, maka sungguh ia telah kafir berdasarkan firman-Nya:

(قل أبالله وءايته ورسوله كنتم تستهزءون. لا تعتذروا  قد كفرتم بعد إيمنكم)

Artinya: "Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya  dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman" [11]." [12].

Mungkin kita sering mendengar saudari-saudari kita yang selalu mendapatkan olokan dari masyakat disebabkan mereka memakai jilbab yang menutupi seluruh tubuhnya, longgar, tebal dan berwarna gelap. Di mana-mana mereka mendapat olokan dari masyarakat. Digelarilah: Ninja, setan, kemah berjalan, Vampire, tukang copet dan kata-kata yang jorok lainnya. 

Menanggapi masalah ini, Lembaga Riset Ilmiyah dan Fatwa kerajaan Saudi mengeluarkan fatwa sehubungan dengan seorang yang bertanya tentang kondisi sebagian masyarakat yang kerjanya mengolok para wanita muslimah yang memakai hijab syar'i (jilbab) dengan gelar kemah berjalan dan jin. Lembaga Riset memberikan jawaban dan fatwa berikut: "Barangsiapa yang mengolok-olok seorang wanita muslimah atau laki-laki muslim lantaran ia berpegang teguh dengan syari'at Islam, maka ia kafir. Sama saja apakah (olokan) itu karena berhijabnya seorang wanita muslimah dengan hijab syar'i atau karena masalah (syari'at) lainnya  berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar -radhiyallahu anhuma-, ia berkata: "Seorang laki-laki berkata ketika di perang Tabuk dalam suatu majelis: "Aku tak pernah melihat orang yang lebih rakus daripada qurro' [13] kita itu, dan tak pula ada yang lebih pendusta, dan tidak pula lebih penakut ketika bertemu musuh dari mereka". Maka berkatalah seseorang: "Kamu dusta, kamu itu munafik. Aku akan laporkan kepada Rasulullah r". Lalu hal itupun sampai kepada Rasulullah r dan Al-Qur'an pun turun". Abdullah bin Umar berkata: "Akupun melihat orang itu bergelantungan pada tali kekang onta Rasulullah r sambil sesekali tersandung batu seraya berkata: "Wahai Rasulullah, kami Cuma bersenda gurau dan bermain-main". Sedang Rasulullah r bersabda: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok? Tak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman. Jika Kami memaafkan segolongan dari kalian (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa".[14] Jadi, Nabi r menjadikan olokan orang itu kepada orang-orang beriman sebagai olokan kepada Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya" [15].

Wahai pembaca yang budiman, anda telah melihat bahayanya menyinggung syari'at Allah I ketika bercanda dan humor. Maka janganlah sesekali kita berani mencela para hamba Allah I yang ingin mengikuti dan menerapkan sunnah Rasul-Nya r. Janganlah mengolok mereka lantaran mereka memanjangkan jenggot atau memendekkan celananya di atas mata kaki. Sebaiknya diam dan mendoakan mereka agar tetap teguh di atas sunnah. Nabi r bersabda:

(من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليقل خيرا أو ليصمت)
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya ia mengucapkan sesuatu yang baik atau diam" [16].

Di antara perkara yang masuk dalam masalah ini adalah menjadikan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasululllah r sebagai bahan anekdot atau ketika membacakan ayat neraka dalam sebuah khutbah dan ceramah, ia sampaikan dalam keadaan tertawa sampai pendengarpun ikut tertawa terbahak-bahak. Hindarilah karena ini berbahaya!!
  •  Merendahkan Orang Lain
Bercanda merupakan suatu hal yang memang mengasyikkan. Namun hal ini kadang mengantarkan pelakunya pada kubang dosa dan ma'shiyat. Di antara ma'shiyat tersebut adalah merendahkan orang lain.
    
Terkadang kita melihat ada sebagian orang yang meniru gaya jalan kawannya, meniru bahasa dan cara ngomongnya dengan alasan humor. Sekelompok lagi, ada yang mengedipkan matanya sambil mengisyaratkan pandangannya kepada yang lain. Ada lagi yang memberikan julukan-julukan kepada kawan dan saudaranya. Andaikan gelar itu diberikan kepadanya, niscaya hatinya akan jengkel. Ada yang melototkan matanya kepada kawannya sambil menjulurkan lidahnya dan masih banyak lagi contoh lainnya. Semua ini mereka lakukan dengan alasan humor.
    
Ketahuilah, semua ini bukanlah termasuk sunnah dan petunjuk Nabi (SAW) dan para sahabatnya. Mereka bercanda masih dalam batas-batas syari'at. Bahkan contoh yang kami sebutkan, tiada lain kecuali merupakan perendahan terhadap martabat orang lain, apalagi ia muslim
    
Penyakit ini muncul disebabkan karena penyakit sombong dan hilangnya rasa malu di hati pelakunya. Nabi (SAW) pernah bersabda:

(الكبر: بطر الحق وغمط الناس)
Artinya:"Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan memandang remeh orang lain" [17].
    
Seseorang yang memiliki iman dan rasa malu di hadapan Allah, niscaya tak mungkin akan mengantarkan pemiliknya kepada sikap sombong dan merendahkan orang lain. Nabi (SAW) bersabda :

(الحياء والإيمان قرنا جميعا  فإذا رفع أحدهما رفع الآخر)
"Malu dan iman dikumpulkan bersama-sama. Jika yang satu hilang, maka yang lain pun akan hilang" [18].
    
Al-Imam Al-Haitamy memandang bahwa diantara dosa besar adalah mengejek para hamba Allah I, tidak menghargai menghargai mereka, dan merendahkan mereka. Beliau berkata setelah itu: "Semua yang disebutkan tadi sumber dan dasarnya adalah keburukan akhlak dan rusaknya hati" [19].
    
Alangkah benarnya apa yang dikatakan beliau. Seorang yang memperbanyak canda dan tawa, hatinya akan rusak dan mati dengan perlahan-lahan disebabkan ia tak terasa telah melakukan dosa dan kekufuran yang menodai hati. Nabi r bersabda:

(لا تكثروا الضحك, فإن كثرة الضحك تميت القلب)
"Janganlah kalian memperbanyak tertawa karena memperbanyak tertawa bisa mematikan hati" [20].
  • Berbicara Tentang Wanita
Berbicara tentang wanita merupakan salah satu bahan humoran bagi sebagian orang yang tipis imannya, dan rendah rasa malunya. Sampai kadang di antara mereka menjadikannya sebagai sebuah profesi dan adat kebiasaan yang sulit untuk ditinggalkan. Lebih ironisnya lagi kebiasaan ini menjangkit di kalangan thullabul ilmi karena pembicaraan tentang wanita dominannya mengarah kepada hal-hal yang berkaitan dengan jima' dan kebutuhan syahwat [21].

Al-Ahnaf bin Qois -rahimahullah- berkata: "Jauhkanlah majelis kita dari obrolan seputar wanita dan makanan karena aku benci seseorang yang suka membicarakan (masalah) kemaluan dan perutnya" [22].

Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahullah- berkata ketika mengomentari kata mutiara ini: "Karena hal itu akan menyibukkan seseorang dari menuntut ilmu. Seperti jika ia bilang: "Semalam aku makan sampai penuh perutku", dan ucapan semisalnya yang tak ada gunanya; atau ia berbicara tentang hal yang berkaitan dengan wanita. Adapun jika ia ngobrol tentang suatu rahasia antara seorang suami dengan istrinya, maka dia itu termasuk orang yang buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat" [23].
Nabi (SAW) bersabda:

(إن من أشر الناس عند الله منـزلة يوم  القيامة الرجل يفضي إلى امرأته وتفضي إليه ثم ينشر سرها)
"Diantara manusia yang paling buruk di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang laki-laki yang berhubungan dan berduaan dengan istrinya, lantas ia menyebarkan rahasianya"  [24].

Imam An-Nawawy –rahimahullah- mengambil kesimpulan: "Dalam hadits ini terdapat (faedah) diharamkannya seseorang menyebarkan sesuatu yang terjadi antara dia dengan istrinya berupa perkara jima', serta menggambarkan hal itu secara rinci dan sesuatu yang terjadi pada wanita di dalamnya; berupa ucapan, perbuatan, dan sejenisnya" [25].

Seyogyanya seorang muslim -apalagi thullabul ilmi asy syar'i- selalu berusaha membersihkan lisannya ketika ia berbicara di depan orang. Karena seorang yang mengotori mulutnya dengan kisah-kisah dan cerita tentang wanita yang bisa membangkitkan gejolak syahwat, akan merusak citra dirinya sendiri dan memberikan dampak buruk kepada teman duduknya . Oleh karenanya, seorang sahabat, Abdullah bin Umar -radhiyallahu anhuma- berkata: "Sesuatu yang paling pantas disucikan oleh seorang hamba adalah lisannya" [26].

Para ulama kita melarang seseorang untuk berbicara tentang wanita, karena itu merupakan jalan tergelincirnya seseorang dan bisa mengantarkan untuk membicarakan perkara yang haram berupa hal-hal yang berkaitan dengannya, entah itu dengan mensifatkan dan menggambarkan keelokan tubuh dan perangai seorang wanita, ataukah menyebarkan rahasia yang terjadi antara seorang suami dengan istrinya. Sedang ini merupakan seburuk-buruknya perbuatan yang diberikan ancaman keras bagi pelakunya sebagaimana dalam hadits di atas [27].

Jauhilah sejenis pembicaraan ini sekalipun itu dalam bentuk sindiran dan isyarat yang dipahami. Sebab ada pepatah yang berbunyi: "Barang siapa memperbanyak sesuatu, niscaya ia akan dikenal dengannya". Artinya: barang siapa yang suka membicarakan perkara haram –seperti bicara tentang wanita-, niscaya ia akan dikenal dengannya sehingga citra dan harga dirinya tercoreng di hadapan masyarakat.
  • § Dusta Demi Canda
Ciri seorang mukmin adalah jujur dalam berbicara sebagaimana pribadi Nabi kita (SAW). Abu Hurairah R.A. berkata: "Ya Rasulullah, engkau bercanda dengan kami?" Beliau bersabda: "Sesungguhnya aku tak akan mengucapkan sesuatu kecuali itu benar" [28].

Satu bentuk kebiasaan buruk jika seseorang berusaha untuk membuat orang lain senang dan tertawa, namun ia mengucapkan sesuatu yang dusta sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian pelawak, dan pemain sandiwara atau orang yang kerjanya cuma dusta dan cari muka.
Jauhilah dusta dalam bercanda sebab ini akan meluputkan kalian dari suatu fadhilah dan balasan yang agung di sisi Allah pada hari kemudian. Nabi r bersabda:

(أنا زعيم  ببيت في ربض الجنة لم ترك المراء وإن كان محقا,  وببيت في وسط الجنة لمن ترك
الكذب وإن كان مازحا, وببيت في أعلى الجنة لمن حسن خلقه)

"Aku akan memberikan jaminan sebuah rumah di tepi surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan sekalipun ia benar, dan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta sekalipun ia bercanda, serta rumah di bagian atas surga bagi orang yang akhlaknya bagus" [29].

Inilah sebagian canda dan humor yang dilarang dalam Islam, sengaja kami sampaikan di hadapan ikhwah sekalian agar kita bisa mengenal dan menjauhinya. Sebab berapa banyak orang masuk dalam neraka cuma karena salah dalam mengucapkan sesuatu.  Walillahamdu wal minnah.


[1] Haramnya musik telah dijelaskan oleh Nabi r dalam sabdanya: "Akan ada di antara umatku ini suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras dan musik". HR Bukhari. Lihat perincian masalah ini dalam Tahrim Alat Ath-Thorb  karya Syaikh Al-Albany –rahimahullah-.

[2] Padahal ia tak pernah belajar agama sebelumnya. Cuma dengan modal bisa baca Al-Qur'an terjemahan dan pandai menarik hati dengan leluconnya, jadilah ia seorang ustadz.

[3] Sampai kami pernah menyaksikan seorang da'i kondang berceramah dari awal sampai akhir kerjanya cuma membuat pendengarnya terbahak-bahak serta terpingkal-pingkal.

[4] HR.Al-Bukhary (5778), Muslim (2151) dan Ibnu Hibban (109). Nughoir: nama burung.

[5] Lihat Shohih Ibnu Hibban (1/312).

[6] Lihat Ash-Shohihah (315) oleh Al-Albany.

[7] HR. Ahmad dalam Al-Musnad (5/88) dan dishahihkan Al-Albany dalam Shahih Al-Jami (4822)

[8] QS. Huud : 27

[9] QS. Al-Qashash: 38.

[10] QS. Al-Maa'idah : 58-59.

[11] QS.At-Taubah : 65-66.

[12] Lihat Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah (1/131).

[13] Qurro': Penghafal dan penafsir Al-Qur'an .

[14] HR. Ibnu Abi Hatim (4/63&64) dan Ath-Thabary (10/172). Hadits ini derajatnya hasan sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi'iy dalam Ash-Shahih Al-Musnad min Asbab An-Nuzul (hal.123).

[15] Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah li Al-Buhuts Al-Ilmiyyah wa Al-Ifta' (2/14 -15).

[16] HR. Al-Bukhary dalam Shahihnya (5672), Muslim dalam Shahihnya (47), Ibnu Hibban (516) dan lainnya.

[17] HR.Muslim dalam Shahih-nya (91) dan lainnya.

[18] HR.Al-Hakim (58), Al-Baihaqy dalam Asy-Syu'ab (7727) dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (4/297), dan dishahihkan oleh al-Hakim, dan syeikh Muqbil tidak mengomentarinya dalam kitab at-Tatabbu' Lima Fi al-Mustadrak Min Auham (1/66).

[19] Lihat Az-Zawajir 'an Iqtirof Al-Kaba'ir (1/141-142) karya Al-Haitamy, cet. Dar Al-Hadits.

[20] HR. Ahmad (8081), At-Tirmidzy (2305), Ibnu Majah (4193), dan lainnya. Lihat Ash-Shahihah.

[21] Kami sering menyaksikan sebagian mereka jika kumpul dan ngobrol tentang wanita dan nikah, mesti nanti larinya ke masalah yang jorok. Hati-hati dan jauhilah dari awal pembicaraan!!

[22] Lihat Siyar A'lam An-Nubala' (4/94) oleh Abu Abdillah Adz-Dzahaby -rahimahullah-.

[23] Lihat At-Ta'liq Ats-Tsamin ala Syarh Asy-Syaikh Ibni Utsaimin (82) oleh Amr bin Abdul Mun'im.

[24] HR.Muslim dalam Shahihnya (1437), Abu Dawud dalam Sunannya (4870), dan Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (4/39).

[25] Lihat Syarah Shahih Muslim (10/8) oleh An-Nawawy.

[26] HR.Ahmad dalam Az-Zuhd (26), Abu Dawud dalam Az-Zuhd (322), Ibnu Abi Ashim dalam Az-Zuhd (26),dan Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (1/307) dengan sanad yg shahih.

[27] Lihat At-Ta'liq Ats-Tsamin (82) oleh Amr bin Abdul Mun'im Salim.

[28] HR.Ahmad dalam Al-Musnad (8462), At-Tirmidzy dalam As-Sunan (1990), dan lainnya. Hadits ini dishahihkan Al-Albany dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (4/304).

[29] HR. Abu Dawud  dalam As-Sunan (4800), Al-Baihaqy dalam Al-Kubra (10/249), dan lainnya. Hadits ini dishahihkan Syaikh Al-Albany dalam Ash-Shahihah (494).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar